
Berita Metropolitan – Rawajati dibongkar oleh Satpol PP banyak nyinyiran kepada Ahok karena ada salah satu warga seorang bapak tua bernama “Ilyas Karim” dan dengan serempak para haters Ahok sebarkan foto-fotonya dengan meme yang seakan-akan Ahok tidak hormati bapak itu karena bapak itu adalah salah satu pengerek bendera, dan yang lebih mengenaskan lagi adalah salah seorang kader PKS di media sosial Jonru Ginting memanfaatkan situasi ini untuk melancarkan kampanye rasisnya kepada Ahok. dan ini cara mereka memanfaatkan situasi sebagai ladang kampanye gelapnya untuk serang Ahok.
Pengerek Bendera Pusaka FP. Jonru
Sempat saya trenyuh melihat foto seorang veteran tua, bernama pak Ilyas Karim, duduk lemas di samping tembok.
Rumahnya di Rawajati Pancoran, dibongkar Ahok karena dibangun diatas lahan hijau. Dan seperti biasa, banyak teman-teman saya yang ikut larut dengan kesedihan sang veteran dengan pekikan-pekikan di status mereka, “Ahok zolim..!” “Ahok menggusur pribumi!” dan mereka seakan-akan duduk bersama veteran tua itu, ikut nelangsa bersama.
(Entah kenapa tidak ada pekikan dari Fadli Zon, yang suka aktif bersuara. Saya tahu kenapa… karena FZ juga yang pada tahun 2011 membongkar kebohongan pak Ilyas Karim bahwa beliau bukanlah pengibar bendera pusaka pada awal kemerdekaan.
Dalam buku yang diterbitkan pusat sejarah ABRI disebutkan, lelaki bercelana pendek itu adalah Suhud Marto Kusumo.
Irawan Suhud, putra kelima Suhud, Rabu (24/8/2011), menyampaikan bahwa keluarga besarnya tersinggung karena peran sang ayah diklaim oleh Ilyas Karim.
Dihadiahi apartemen
Pada 2011, Ilyas menerima hadiah unit apartemen di Kalibata City dari pengembang Kalibata City, PT Pradani Sukses Abadi. Upacara simbolis serah terima kepada Ilyas dilakukan bertepatan pada peringatan HUT Ke-66 Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2011. Penyerahan dilakukan oleh Wakil Gubernur DKI yang ketika itu dijabat Prijanto dan CEO Kalibata City ketika itu, Budi Yanto Lusli.
Ketika itu, Budi Yanto Lusli menuturkan, pemilihan Ilyas Karim sebagai penerima satu unit apartemen dilakukan lantaran hanya Ilyas-lah saksi hidup pengibar bendera Merah Putih pada tanggal 17 Agustus 1945 yang kini masih ada. Hari ini, Ilyas mengaku kembali ke rumahnya di pinggir rel Rawajati karena unit apartemen itu hanya dipinjamkan kepadanya. Ketika itu, rumah Ilyas kebakaran sehingga ia dipinjami unit apartemen itu selama tiga bulan.
“Ilyas Karim tidak pernah tercatat dalam sejarah kemerdekaan, saya tidak tahu siapa dia..” Kata FZ lagi. “Tapi setidaknya jangan mengaku-ngaku, karena pengibar bendera pusaka itu bernama Suhud, anggota barisan Pelopor”.
Itu FZ berbicara pada tahun 2011 lalu di Kompas online, tapi entah sekarang ketika ia punya kepentingan untuk selalu kontra dengan Ahok. Makanya ia lebih baik diam daripada menjilat ludah orang lain.
Okelah, kita sudah tahu bahwa ternyata sejarah tidak pernah mencatat bapak Ilyas Karim sebagai pengerek bendera pusaka. Tapi kan dia sudah tua? Trus masak mau ditelantarkan begitu saja?
Seharusnya dalam kondisi apapun, salah itu tetap salah. Mendirikan bangunan diatas lahan hijau adalah salah, karena lahan hijau itu diperuntukkan untuk publik bukan untuk pribadi, itu egois namanya.
Meski begitu, Ahok tetap menyediakan Rusun Marunda sebagai pengganti. “Saya siap membayar sewanya..” Kata Ahok yang memang sering membayar sewa Rusun dari orang-orang tua yang tidak mampu. Kenapa sih harus sewa, gak digratiskan aja? Ya, namanya peraturan harus ditegakkan dong. Yang lain sewa, masak yang satu gratis… Entar iri-irian.
Nah, kalau sudah win-win solution begitu, lalu kenapa ribut?
Ya biasa… Kepentingan menjelang Pilkada. Dan media senang mengangkat seseorang yang terzolimi, si terzolimi senang bermain playing victim, si pembenci koar-koar “lawan si non pribumi yang menggusur pribumi”, si Cagub yang gak ada yang memilih melampiaskan sakit hati dan buanyaaaakk lagii.
Sampai tumpah saya menuangkan air ke cangkir kopi, saking asiknya baca tentang pak ilyas karim. Padahal saya dah dibilangin teman, “tekonya dituang den.. dituang.. jangan dikerek..”
Klaim soal status Ilyas sebagai pengibar bendera pusaka sekadar
isapan jempol belaka. Setidaknya itu yang diyakini banyak orang.
Adalah Ilyas sendiri yang pertama kali mengaku sebagai pengibar bendera pusaka.
Pengakuan itu pertama kali termuat dalam laman detikcom (13 Agustus 2008), dengan judul “Ilyas Karim, Pengibar Pertama Sang Saka Merah Putih.”
Dalam pengakuannya, Ilyas mengaku adalah sosok bercelana pendek yang
turut mengerek bendera pusaka saat Proklamasi Kemerdekaan.
Konon,
Ilyas menghadiri Proklamasi Kemerdekaan bersama sekitar 50 orang murid
dari Asrama Pemuda Islam (API), Menteng. Ilyas pun mengaku mendapat
perintah langsung dari Sudanco (Komandan Pleton) Latief Hendraningrat
untuk mengibarkan bendera pusaka.
“Saya ditunjuk karena paling muda. Umur saya waktu itu 18 tahun,” demikian pengakuan Ilyas.
Pengakuan
itulah yang diragukan banyak pihak. Fadli Zon, politisi Gerindra yang
menggandrungi sejarah, salah satu yang membantahnya. Fadli menerangkan
bahwa bendera pusaka itu dikibarkan oleh Latief Hendraningrat dan Suhud
Sastro Kusumo (mengenakan celana pendek). Bukan Ilyas.
“Saya punya
buktinya. Buku-buku sejarah yang saya miliki mengungkap, pria bercelana
pendek itu bernama Suhud,” kata Fadli, dikutip Kompas.com (25 Agustus 2011)
Keluarga
Suhud juga merasa tersinggung dengan klaim Ilyas. “Penggerek bendera
bercelana pendek itu ayah kami, bukan Ilyas Karim. Keluarga besar kami
tersinggung, ada orang mengaku ayah kami,” kata Irawan, putra kelima
Suhud, dikutip TribunNews (25 Agustus 2011).
Keterangan
juga datang dari putri bungsu proklamator Bung Hatta, Halida Hatta,
yang menyebut bahwa tidak ada nama Ilyas dalam pengibaran bendera
pusaka.
“Keluarga kami tidak pernah kenal dengan Ilyas Karim.
Setahu keluarga kami, dalam pengibaran bendera pertama kali, tidak ada
yang namanya Ilyas Karim,” kata Halida Hatta, dikutip Okezone, (24 Agustus 2011).
Pelaku
sejarah, Chairul Basri juga menjelaskan bahwa bendera pusaka dikibarkan
Latief dan Suhud. Adapun Chairul adalah orang yang memberikan kain
merah-putih dan lantas dijahit menjadi bendera pusaka oleh ibu negara
pertama, Fatmawati.
Dalam bukunya Apa yang Saya Ingat,
Chairul menceritakan adegan pengibaran bendera pusaka saat Proklamasi
Kemerdekaan. Nama Latief dan Suhud juga disebut di dalamnya.
“Suhud
mengambil bendera dari atas baki yang telah disediakan, dan
mengikatkannya pada tali dengan bantuan Cudanco Latief. Bendera
dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa ada yang memimpin, hadirin spontan
menyanyikan lagu Indonesia Raya.”
Penjelasan senada juga muncul di situs resmi Sekretariat Negara,
dalam artikel berjudul “Membuka Catatan Sejarah: Detik-Detik
Proklamasi, 17 Agustus 1945.” Artikel itu ditulis Staf Khusus Menteri
Sekretaris Negara, Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M.Hum. Wildan membenarkan
bahwa bendera pusaka dikibarkan Latief dan Suhud. Nama Ilyas juga tak
pernah disebut.
Adapun Gubernur DKI Jakarta, Basuki T. Purnama
(Ahok) menyebut bahwa pihaknya sedang mengecek kebenaran status Ilyas
sebagai pengibar bendera pusaka. “Kami lagi cek. Sekarang kami tidak
tahu, apa betul dia pengibar bendera pertama atau bukan,” kata Basuki,
dilansir Kompas.com (2/9).
Ahok
juga mengatakan terlepas dari kontroversi status Ilyas, pihaknya tetap
akan memperhatikan (baca: memelihara) para warga yang telah lanjut usia
dan terkena imbas penertiban, sepanjang mereka bersedia masuk ke rumah
susun (rusun) –kompensasi penertiban.
Pun bila warga berusia
lanjut enggan membayar biaya sewa rusun, dia siap mengeluarkan uang
operasionalnya untuk menutupi sewa rusun. “Saya bayar pakai uang
operasional saya. Sampai mau pulang ke Jawa saya kasih tiket,” ujar
Ahok, dikutip Republika.co.id.
Sumber: DennySiregar.com dan berbagai media
Source link
0 Response to "Ahok, Ilyas Karim, dan Cara Gila Jonru Kader PKS Tebar Kampanye Hitam untuk Serang Ahok"
Posting Komentar